PANGKALPINANG, BABEL NEWS - Kota Pangkalpinang kini memiliki tempat rehabilitasi bagi para pecandu narkotika.
Tempat bernama Balai Rehabilitasi Adhyaksa Kota Pangkalpinang tersebut berada dalam kawasan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Depati Hamzah.
Peresmiannya dilakukan oleh Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Kepulauan Bangka Belitung, Daroe Tri Sadono, bersama Wali Kota Pangkalpinang, Maulan Aklil, Selasa (19/7/2022).
Daroe mengatakan, penyalahgunaan dan kejahatan yang berkaitan dengan narkotika akan menimbulkan penyakit sosial dan kejahatan.
Keberadaan Balai Rehabilitasi Adhyaksa diharapkan dapat menyelesaikan persoalan tersebut sekaligus menyelamatkan masa depan generasi muda.
"Kita punya kewajiban dan tanggung jawab untuk memulihkan kembali kesehatan, harkat, dan martabat para pecandu narkotika," kata Daroe.
Dia menuturkan, pembentukan Balai Rehabilitasi Adhyaksa merupakan tindak lanjut dari arahan Kejaksaan Agung (Kejagung) agar tak lagi menjadikan pemidanaan badan atau pemenjaraan sebagai hukuman terhadap pengguna narkotika.
Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin memerintahkan para jaksa penuntut umum (JPU) di seluruh Indonesia menerapkan konsep keadilan restoratif berupa rehabilitasi dalam setiap penuntutan di pengadilan bagi para pengguna narkotika.
Perintah itu tertuang dalam Pedoman Jaksa Agung Nomor 18 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Penanganan Perkara Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Melalui Rehabilitasi dengan Pendekatan Keadilan Restoratif Sebagai Pelaksanaan Asas Dominus Litis Jaksa.
"Kami diperintahkan untuk bekerja sama dengan pemerintah daerah, baik provinsi, kabupaten dan kota untuk membentuk balai rehabilitasi," ucap Daroe.
Sementara itu, Molen, sapaan akrab Maulan Aklil, mengatakan, keberadaan Balai Rehabilitasi Adhyaksa di RSUD Depati Hamzah menunjukkan adanya kerja sama dan sinergisitas yang sangat baik antara Kejari Pangkalpinang dengan pemerintah kota setempat.
Saat ini, lanjut Molen, balai tersebut baru memiliki sembilan ruangan rehabilitasi.
Rinciannya, lima ruangan khusus untuk laki-laki dan empat untuk perempuan.
Selain itu, terdapat beberapa ruangan VIP untuk rehabilitasi dan satu dokter spesialis jiwa yang berada di rumah sakit.
Molen menyatakan siap menyediakan sarana dan prasarana yang lebih apabila nanti diperlukan.
"Kalau tidak kita mulai kapan lagi, mudah-mudahan ini bisa diterima masyarakat dan kami berharap masyarakat yang terlibat narkoba makin sedikit," kata Molen.
Dua jenis rehabilitasi
Kepala Badan Narkotika Nasional Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Brigjen (Pol) MZ Muttaqien mengatakan, ada dua jenis rehabilitasi yang dapat dilakukan.
Pertama, yakni secara voluntary atau melaporkan diri secara sukarela.
Hal itu diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika.
"Voluntary itu datang dengan sukarela kita rehabilitasi. Jadi apabila ada teman maupun keluarga yang terpapar narkoba silakan dibawa ke rumah sakit rehabilitasi," kata Muttaqien.
Kedua, lanjut dia, penetapan rehabilitasi secara compulsory, yakni dengan putusan hakim.
Masa menjalani rehabilitasinya diperhitungkan sebagai masa menjalani hukuman.
"Alih-alih orang yang sedang menjalani peradilan dan masa tahanan dalam kasus narkoba di penjara, mereka akan ditempatkan di tempat rehabilitasi," ujar Muttaqien.
43 persen kasus narkotika
Kepala Kejaksaan Negeri Pangkalpinang Jefferdian mengatakan, pihaknya sepanjang 2021 menangani 168 perkara.
Dari jumlah tersebut, 75 di antaranya merupakan perkara tindak pidana narkotika.
Adapun di tahun ini, tepatnya mulai Januari-Juli, Kejari Pangkalpinang sudah menangani 144 perkara, 61 di antaranya perkara narkotika.
"Berkaca dari perkara yang ditangani setidaknya tindak pidana narkotika memang masih tinggi di Pangkalpinang. Bahkan jika dipersentasekan total sebesar 42 sampai 43 persen perkara setiap tahunnya adalah narkotika," ujar Jeff, sapaan akrab Jefferdian, Rabu (20/7).
Dari jumlah itu, kata dia, terdapat 12-15 persen kasus narkotika yang tuntas dengan cara rehabilitasi.
Hal itu sesuai dengan Pasal 127 ayat 1 Undang-Undang (UU) Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, bahwa pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika bisa menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.
"Karena mereka melanggar Pasal 127 ayat 1 dan barang buktinya juga tidak cukup sehingga mereka hanya ditetapkan sebagai pemakai. Untuk tahun 2021, ada sembilan perkara, tahun 2022 ada enam perkara yang kita selesaikan dengan Pasal 127," tutur Jeff. (u1)