Detik-detik Warga Permis Diterkam Buaya Saat Mukat, Hakim Minta Tolong Saat Diseret ke Tengah Laut

Detik-detik Warga Permis Diterkam Buaya Saat Mukat, Hakim Minta Tolong Saat Diseret ke Tengah Laut

Editor: Teddy Malaka
Gambar oleh TeeFarm dari Pixabay
Ilustrasi buaya -3 

BABELNEWS.ID, BANGKA - Seorang warga Desa Permis, Kecamatan Simpang Rimba yang diketahui bernama Hakim dikabarkan hilang dan diduga diterkam buaya di Perairan Ceraling Desa Sebagin, Senin (13/9/2021) pagi.

Kepala Desa Permis, Saihur Rahmi saat dikonfirmasi melalui panggilan telepon membenarkan kejadian ini.

Kepada bangkapos.com, Saihur Rahmi menyebutkan jika kejadian ini diduga terjadi pada Senin (13/9/2021) pagi saat Hakim memukat ikan di Perairan Ceraling Desa Sebagin.

"Kejadian ini diketahui pagi tadi dan hingga kini belum ditemukan," ujarnya.

Saihur Rahmi mengakui hingga kini proses pencarian terus dilakukan baik oleh masyarakat dan nelayan sekitar hingga Basarnas.

Kronologis

Hakim (52) warga Desa Permis diduga hilang diterkam buaya saat memukat ikan di Perairan Ceraling Desa Sebagin pada Senin (13/9/2021) pagi.

Kejadian ini diduga diketahui pertama kali oleh istri Hakim, Sila (48) yang turut mengikuti suaminya untuk memukat ikan.

Kabag Ops Polres Bangka Selatan, AKP Surtan Sitorus menyatakan kejadian ini diduga pertama kali diketahui oleh Sila (48) selaku istri dari Hakim (52).

"Menurut pengakuan Sila, korban (Hakim -red) sempat meminta tolong sebanyak tiga kali dan mau ditolong, tetapi tidak dapat ditolong karena telah dibawa oleh buaya ke arah tengah laut," ujar AKP Sitorus pada Senin (13/9/2021) siang.

Untuk menolong suaminya, Sila meminta tolong kepada warga sekitar untuk mencari keberadaan Hakim (52).

Ia mengakui pencarian terhadap Hakim (52) hingga kini masih dilakukan dan bekerja sama dengan seluruh pihak terkait termasuk Basarnas dan masyarakat setempat. 

Buaya Hitam

Jumlah buaya yang ada di Perairan Desa Sebagin Kecamatan Simpangrimba Kabupaten Bangka Selatan Provinsi Bangka Belitung diperkirakan tak hanya satu.

Bahkan, diperkirakan ada satu buaya hitam yang memiliki bobot dan panjang hingga mencapai delapan meter.

Hal ini disampaikan Kepala Desa Sebagin, Darno pasca-penyerangan buaya terhadap warganya saat memukat di perairan tersebut, Jumat, (2/10/2020).

"Iya kemungkinan delapan meter panjangnya dan berwarna hitam, itu yang paling besar dan selebihnya masih buaya-buaya yang berukuran kecil," ujar Darno.

Darno belum dapat menyimpulkan dari mana asal buaya ini.

Ia juga tak dapat memastikan berapa banyak. Namun dipastikannya, tak begitu banyak.

"Kalau populasinya tidak begitu banyak, palingan ada tiga sampai lima buaya," katanya.

Buaya ompong seberat 500 Kg ditangkap di Sungai Kayubesi Kecamatan Puding Besar Bangka. Tampak Kades Rasyid dan warga menonton predator ganas itu Selasa (4/8/2020)
Buaya ompong seberat 500 Kg ditangkap di Sungai Kayubesi Kecamatan Puding Besar Bangka. Tampak Kades Rasyid dan warga menonton predator ganas itu Selasa (4/8/2020) (bangkapos.com/ ferylaskari)

Karena diakuinya, memang perairan Desa Sebagin cukup luas bahkan berbatasan langsung dengan Sumatera Selatan.

Pihaknya pun kerap meminta bantuan pawang buaya ataupun orang yang dianggap mampu untuk mengetahui letak buaya tersebut.

"Kami juga sering mencari orang pintar untuk menangkap buaya ini namun belum ada hasilnya," jelasnya.

Sudah 73 Kasus Konflik Manusia dengan Buaya di Babel

Dikutip dari situs mongabay.co.id, berdasarkan data BKSDA Sumatera Selatan Wilayah Bangka Belitung, angka konflik buaya dengan manusia di Bangka Belitung dari 2016 hingga 24 Agustus 2020 saja mencapai 72 kasus.

Sebanyak 13 orang meninggal dunia.

“Saya menduga aktivitas tambang timah mejadi penyumbang terbesar kerusakan sungai, tetapi perlu dibuktikan kajian lebih lanjut. Hal inilah yang kemudian menjadi penyebab, antara manusia dan buaya tidak ada lagi jarak, karena habitat dirusak, buaya akan mencari tempat yang masih baik, yang kemudian bisa menyebabkan konflik,” kata Septian Wiguna, Kepala Resort Konserasi Wilayah Bangka, BKSDA Sumatera Selatan.

Hingga saat ini, belum ada angka pasti terkait jumlah populasi buaya muara di Pulau Bangka.

Tetapi, data BKSDA Sumsel Wilayah Bangka menyatakan ada 24 kantong habitat yang tersebar di tiga kabupaten, yakni di Kabupaten Bangka, Bangka Tengah, dan Bangka Selatan.

“Penelitian terkait populasi buaya di Pulau Bangka menjadi sangat penting, dan kami terbuka akan hal ini. Jika populasi dapat dihitung, akan diketahui apakah jumlah buaya sudah berlebihan atau justru terancam,” papar Septian.

Terkait konflik, BKSDA sedang menyusun konsep surat edaran kepada kepala desa yang wilayahnya terindikasi dekat habitat buaya. Isinya beupa imbauan, contact center, dan langkah yang harus ditempuh bila terjadi berkonflik.

“BKSDA Sumsel Wilayah Bangka bersama Alobi, Dinas Kehutanan, dan PT. Timah juga sedang mengupayakan penangkaran buaya untuk solusi jangka panjangnya,” terangnya.

Langka Sani, Ketua Yayasan Konservasi Pusat Penyelamatan Satwa [PPS] Alobi Foundation Bangka Belitung, dalam diskusi terkait konflik buaya di Pulau Bangka yang diadakan welum lama ini menyatakan, setiap kali melakukan evakuasi buaya di lokasi dipastikan terdapat aktivitas penambangan timah yang masih aktif.

“Selain alih fungsi lahan yang menjadi perkebunan skala besar di hulu sungai, musim kawin pada bulan Agustus juga menjadikan buaya lebih agresif,” katanya.

Musim Kawin

Ketua Yayasan Konservasi Pusat Penyelamatan Satwa Alobi Foundation Bangka Belitung, Langka Sani mengimbau masyarakat untuk waspada, sebab kemunculan buaya ini bukan kali pertama pada bulan September ini saja misalnya.

Sudah terhitung ada sekitar lima ekor buaya yang diserahkan ke Alobi Babel dari hasil tangkapan warga di daerah kabupaten Bangka dan Bangka Tengah.

"Dua hari berturut-turut ini ada serahan buaya ke kita. Pada minggu ini saja sudah ada tiga. Bahkan sebulan ada lima ekor," ungkap Langka saat dikonfirmasi Bangkapos.com.

Lebih lanjut, ia menjelaskan hal yang menjadi faktor buaya sering muncul akhir-akhir ini dikarenakan ekosistem atau habitat hidup buaya banyak tergangggu.

"Pertama, habitat dan aliran sungai banyak rusak dikarenakan ahli fungsi kawasan. Kedua, saat ini adalah masuk musim kawin buaya rata-rata pada bulan September-Desember, maka tingkah laku buaya lebih agresif," kata Langka.

Indonesia yang memiliki banyak rawa dan sungai ternyata menjadi habitat yang tepat untuk buaya.

Setidaknya, ada tiga jenis buaya yang hidup di Indonesia. Apa saja, ya, buaya yang ada di Indonesia?

Buaya Muara

Berbeda dengan buaya siam, buaya muara punya tubuh yang berukuran lebih besar.

Meskipun buaya muara rata-rata biasanya tumbuh sekitar 2,5 sampai 3,3 meter, tapi ada juga buaya muara yang bisa tumbuh hingga 12 meter dengan berat mencapai 200 kilogram!

Bahkan karena panjang dan berat tubuhnya, buaya muara menjadi salah satu buaya terbesar di dunia, lo.

Sesuai namanya, buaya muara yang merupakan buaya air asin ini hidup di perairan sungai yang dekat dengan laut atau muara.

Dalam sekali masa bertelur, buaya muara betina bisa menghasilkan 40 sampai 90 butir telur yang akan menetas setelah dierami selama 90 hari oleh induk betinanya.

O iya, selain merupakan buaya terbesar, buaya muara juga merupakan buaya terganas di Indonesia yang harus dihindari oleh manusia, nih.

Penyebabnya adalah karena selain memangsa hewan-hewan di darat dan air, buaya muara juga sangat mungkin untuk menyerang bahkan memangsa manusia.

Maka dari itu, manusia sebaiknya tidak mendekati buaya muara, terlebih yang berukuran besar. (Bangkapos.com/Jhoni Kurniawan/*)

Sumber: Bangka Pos
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved