PANGKALPINANG, BABEL NEWS - Hana (56), warga Kelurahan Temberan, Kecamatan Bukit Intan, Pangkalpinang, hanya bisa pasrah ketika bangunan yang ditempatinya di kawasan bibir Pantai Pasir Padi bakal dirobohkan oleh pemerintah. Dirinya bahkan kaget, ketika beberapa hari yang lalu rombongan dari Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Pangkalpinang memasang spanduk peringatan di depan bangunan miliknya.
Mengenakan hijab dan baju berwarna krem sembari menyusun barang dagangannya, Hana tak habis pikir bagaimana pemerintah daerah bisa setega itu kepada masyarakatnya. "Namanya tanah pemerintah, kita rakyat kecil bisa apa. Kita menurut saja apa kata pemerintah, kita tidak membantah pemerintah," kata Hana, sembari menyusun beberapa barang dagangannya di atas seutas tali, Jumat (25/3) pagi.
Janda dua anak ini mengaku, bersama belasan warga lainnya sudah sekitar 40 tahun tinggal dan menetap di bangunan yang berdiri di atas aset pemerintah itu. Pada tahun 1980-an untuk mendirikan bangunan tersebut, masyarakat harus merogoh kocek sendiri bahkan sampai puluhan juta rupiah.
Saat itu, Hana dan mantan suaminya memutuskan untuk membangun di sana lantaran diiming-imingi untuk sembari usaha, hingga akhirnya mereka setuju. Bahkan dirinya sampai menjual rumah pribadinya untuk membangun bangunan di pesisir Pantai Pasir Padi itu. "Awal mula dulu ini masih jalan setapak, dulu disuruh pemerintah bangun, mereka yang menentukan modelnya. Bangun ini juga pakai uang pribadi, untuk bangun rumah ini kami sampai jual rumah, dan pinjam uang di bank," tutur Hana, dengan mata berkaca-kaca.
Ia menjelaskan, warga yang menempati 16 bangunan tersebut, saat ini memang telah diberikan surat peringatan pertama. Mereka juga diminta untuk segera mengosongkan dan membongkar bangunannya sendiri hingga 1 April 2022. Sayangnya sampai kini warga yang menempati belasan bangunan tersebut belum diberikan solusi akan dipindahkan ke mana.
Pihaknya mendesak pemerintah dan aparat keamanan di Pangkalpinang, agar menggunakan cara berperikemanusiaan dan berdialog dengan masyarakat dalam persoalan tersebut. Terlebih sebentar lagi memasuki bulan Ramadan.
Warga sendiri setidaknya mengharapkan adanya kompensasi atau ganti rugi kepada pemerintah, di mana bangunan tersebut dibangun menggunakan dana pribadi masyarakat. "Tetapi alangkah baiknya adalah keterbukaan dari pemerintah, walaupun tidak diberikan kompensasi penuh setidaknya adalah ganti rugi bagi kami. Rakyat sudah senang," ujarnya.
Hal senada juga diutarakan Eni (52), yang mana setelah beberapa kali beraudiensi dengan Wali Kota memang belum menemukan titik terang. Di mana belum ada kesepakatan bahwa pemerintah akan memberikan ganti rugi kepada masyarakat. "Tidak ada bahasa ganti rugi, belum ada. Kami juga sudah beberapa kali menghadap wali kota, tetapi tidak ada titik terang," kata Eni.
Pada prinsipnya masyarakat tidak akan pernah melawan dengan pemerintah, menurut Eni warga telah bersikap kooperatif. Akan tetapi, mereka mendesak adanya kerendahan hati dari kepala daerah untuk memperhatikan masyarakatnya yang terdampak.
"Kalau ada hati berilah kompensasi, apalagi mau bulan Ramadan. Rakyat kalau uang pemerintah tidak apa-apa, kami bangunnya pakai uang pribadi. Istilahnya bangunan milik kami. Kami tidak mungkin membangkang, kamu menurut, karena rakyat kecil," ucapnya.
Ia menambahkan, apabila memang pemerintah tetap ingin merobohkan bangunan tersebut warga dengan berat hati telah siap. Di mana mereka saat ini telah mulai mencari tempat tinggal pengganti walaupun dengan sistem kontrak.
"Sekarang kami minta Pak Wali Kota menolong kami. Kalau kami punya uang banyak tidak apa-apa, kita juga hanya mengandalkan jualan untuk makan sehari-hari. Kalau memang harus digusur ya kita ngontrak, tapi tidak usah garang-garang, kita sama-sama kerja cari makan. Hidup ini untuk mati," tegasnya.
Penertiban
Kepala Satpol PP dan Pemadam Kebakaran Kota Pangkalpinang, Efran mengatakan, 16 bangunan di kawasan Pantai Pasir Padi yang berdiri di atas lahan pemerintah, melanggar Peraturan Daerah (Perda) nomor 7 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ketertiban Umum dan Ketenteraman Masyarakat. "Jelas bahwa bangunan tersebut berdiri di atas aset pemerintah Kota Pangkalpinang, di dalam Perda sudah jelas dilarang," tegas Efran.
Diakuinya, sebelum dilakukan pembongkaran, pihaknya sudah melayangkan surat peringatan pada 22 Maret 2022. Surat peringatan akan dilayangkan sebanyak tiga kali. Sesuai dengan ketentuannya bahwa surat peringatan (SP) pertama berlaku sampai dengan seminggu, SP kedua berlaku sampai tiga hari, serta SP tiga sama dengan satu hari.
Apabila surat itu diabaikan sampai 31 Maret 2022, Satpol PP terpaksa mengambil tindakan sesuai prosedur yang berlaku, yakni pembongkaran secara paksa. "Mungkin akan kita laksanakan penertiban di tanggal 1 April 2022. Fungsi Satpol PP adalah pengamanan aset salah satunya, kalau untuk fungsi kawasan itu ke depannya untuk apa ada di Dinas Pariwisata rencananya," jelasnya.