DPRD Babel Akan Panggil Pemkab Bangka Barat soal Sengketa Lahan Landbouw 

Editor: suhendri
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

AUDIENSI - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung beraudiensi LBH Milenial Bangka Tengah Keadilan dan masyarakat Kecamatan Kelapa di ruang Badan Musyawarah DPRD Provinsi Babel, Kamis (21/8/2025).

PANGKALPINANG, BABEL NEWS - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung akan memanggil pihak Pemerintah Kabupaten Bangka Barat terkait sengketa lahan landbouw (pertanian) di Kecamatan Kelapa, Kabupaten Bangka Barat.

Hal itu disampaikan Ketua DPRD Provinsi Babel Didit Srigusjaya usai menggelar audiensi dengan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Milenial Bangka Tengah Keadilan dan masyarakat Kecamatan Kelapa di ruang Badan Musyawarah DPRD Provinsi Babel, Kamis (21/8/2025).

Audiensi tersebut membahas solusi dan langkah strategis terkait status kepemilikan atau penguasaan lahan landbow yang sudah dikuasai dan diusahakan oleh masyarakat Kecamatan Kelapa selama puluhan tahun.

"(Masyarakat) Menyampaikan aspirasi terkait sengketa tanah masyarakat dengan Pemerintah Bangka Barat dengan jumlah 113 hektare," kata Didit.

"Menurut masyarakat, sebelum lahan ini menjadi aset pemerintah, itu punya masyarakat. Lalu, tiba-tiba Pemkab Babar menjadikan ini sebagai inventaris aset Kabupaten Bangka Barat. Masyarakat menggugat di PTUN dan menangkan, akan tetapi sampai saat ini Pemkab Babar masih mengklaim aset Bangka Barat," ujarnya.

PTUN Pangkalpinang dalam putusannya pada 20 Maret 2025 menyatakan bahwa tidak sah surat pernyataan aset Nomor: 590/220/4.1.3.1/2017 tertanggal April 2017, atas bidang tanah yang terletak di Jalan Raya Pangkalpinang-Muntok, Kelurahan Kelapa, Kecamatan Kelapa, Kabupaten Bangka Barat, seluas 1.130.000 meter persegi (113 hektare) yang terdaftar sebagai aset Pemerintah Daerah Kabupaten Bangka Barat.

Guna menyelesaikan masalah tersebut, DPRD Provinsi Babel akan mengundang Pemerintah Kabupaten Bangka Barat pada Senin (25/8/2025).

"Untuk menyelesaikan, insyaallah Senin, 25 Agustus, kami akan mengundang Pemkab Bangka Barat, minta kajian hukum dari pengadilan tinggi provinsi, kejati, polda, bakuda, biro hukum, dan pemerintah agar clear semua," tutur Didit.

Sementara itu, Ketua LBH Milenial Bangka Tengah Keadilan, Dodoi mengatakan, polemik tersebut membuat masyarakat tak bisa lagi memanfaatkan lahan Landbouw untuk memenuhi kebutuhan hidup.

"Dengan ketidakpastian dari Pemda Babar, masyarakat masih resah untuk mengelola lahan tersebut. Kemarin sempat ada pemasangan spanduk terkait kemenangan PTUN dari masyarakat, namun spanduk itu hilang," kata Dodoi.

Pihaknya pun berharap DPRD Provinsi Babel menjadi jembatan untuk menuntaskan polemik tersebut sehingga masyarakat dapat beraktivitas seperti semula. 

"Kami harap DPRD Provinsi Bangka Belitung bisa menyelesaikan masalah ini, seperti yang dibilang Ketua DPRD tadi win win solution. Lahan kembali ke masyarakat dan pemda pun bisa legowo menerima kekalahan dari PTUN tersebut," tutur Dodoi.

Tak ingin gegabah

Sebelumnya, Pemerintah Kabupaten Bangka Barat menegaskan tidak ingin gegabah dalam menyikapi sengketa lahan landbouw seluas 113 hektare di Jalan Raya Pangkalpinang-Mentok, Kelurahan Kelapa, Kecamatan Kelapa. 

Meski ada putusan dari Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Pangkalpinang yang telah berkekuatan hukum tetap, Pemkab Bangka Barat akan menempuh upaya hukum lanjutan berupa peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung.

Kepala Bagian Hukum Sekretariat Daerah Bangka Barat, Hendra Jaya, mengatakan, Pemerintah Kabupaten Bangka Barat tidak mengabaikan putusan PTUN Pangkalpinang Nomor: 16/G/2024/PTUN.PGP.

Namun, upaya PK dipilih demi kepentingan yang lebih besar, yakni menjaga lahan tersebut tetap sebagai kawasan pertanian, perkebunan, dan peternakan. 

"Dapat kami sampaikan kembali bahwa lahan landbouw ini merupakan lahan pertanian sejak masa pemerintahan Hindia-Belanda dulu. Pascakemerdekaan, lahan landbouw tetap menjadi lahan pertanian dan banyak warga sekitar memanfaatkan lahan tersebut," kata Hendra Jaya dalam keterangannya kepada Bangkapos.com, Kamis (31/7/2025).

Hendra menambahkan, masyarakat setempat pun paham betul bahwa tanah yang mereka garap merupakan lahan landbouw.

Tetapi, seiring berjalannya waktu, lahan landbouw yang dikelola warga mulai beralih fungsi dan tidak sedikit yang diperjualbelikan.

"Permasalahan mulai timbul di saat masyarakat yang mengelola lahan tersebut berkeinginan untuk menguasai lahan, dengan cara membuat surat-menyurat sebagai alas hak kepemilikan terhadap lahan yang mereka kelola," ujar Hendra.

Di saat yang sama, lanjut dia, Pemerintah Kabupaten Bangka Barat tetap berkeinginan untuk mempertahankan lahan tersebut sebagai lahan pertanian, perkebunan, maupun peternakan. 

"Pemerintah Kabupaten Bangka Barat tidak melarang masyarakat untuk mengelola lahan tersebut selagi masih sesuai dengan peruntukannya yaitu sebagai lahan pertanian," katanya.

Hendra menyebutkan, masyarakat dapat berkolaborasi dengan Pemerintah Kabupaten Bangka Barat dalam mengelola lahan landbouw tersebut.

"Dan apabila digarap dengan serius dapat menjadi lumbung pangan dan ketahanan pangan bagi masyarakat Bangka Barat dan pada akhirnya dapat menyejahterakan masyarakat Bangka Barat yang menjadi cita-cita pemerintah daerah," tuturnya.

Upaya PK

Sementara itu, terkait adanya putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Pangkalpinang Nomor: 16/G/2024/PTUN.PGP, Pemerintah Kabupaten Bangka Barat masih akan melakukan upaya hukum lain yang diberikan oleh undang-undang, yaitu peninjauan kembali (PK) terhadap putusan tersebut.

“Ini dilakukan bukan karena keegoisan pemerintah daerah belaka, namun untuk tujuan yang lebih besar sebagaimana telah dijelaskan di atas," kata Hendra.

Ia menuturkan, Pemerintah Kabupaten Bangka Barat melalui Bagian Hukum berkoordinasi dengan Kejaksaan Negeri Bangka Barat dan stakeholder terkait sedang melakukan proses untuk pengajuan PK ke Mahkamah Agung melalui PTUN Pangkalpinang.

"Upaya hukum PK ini diatur dalam Pasal 132 ayat 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang berbunyi terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dapat diajukan permohonan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung," ujar Hendra. (riz/riu)