Berita Belitung
Fathiya Putri Zahra Wakili Bangka Belitung di AIYEP 2025, Buktikan Kegigihan tak Pernah Sia-sia
Fathiya Putri Zahra lolos sebagai delegasi Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dalam program pertukaran pemuda AIYEP 2025.
TANJUNGPANDAN, BABEL NEWS - Tak semua mimpi datang di percobaan pertama. Tapi bukan berarti ia tak akan datang. Fathiya Putri Zahra memahami betul pelajaran itu. Ia pernah gagal, dan memilih mencoba lagi.
Setahun setelahnya, ia akhirnya lolos sebagai delegasi Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dalam program pertukaran pemuda Australia-Indonesia Youth Exchange Program (AIYEP) 2025.
Fathiya Putri Zahra lahir tahun 2003 dari pasangan dr. Hendra, SpAn, FIPM dan dr. Pipit Qonitatin. Sejak kecil, ia tumbuh dalam lingkungan yang memberi ruang belajar dan dorongan untuk mandiri.
Ia lulus dari jurusan Kewirausahaan di Sekolah Bisnis dan Manajemen (SBM) Institut Teknologi Bandung pada Oktober 2024. Setelah wisuda, Fathiya menjalani magang sembari aktif mengikuti berbagai kegiatan pengembangan diri.
Dari keseharian yang padat itu, ia kembali menyisihkan waktu untuk mencoba mengikuti seleksi AIYEP, program yang setahun sebelumnya belum berhasil ia taklukkan. "Saat pertama kali ikut, aku pengen ngerasain pertukaran pelajar, belajar budaya dan kebiasaan, terutama terkait bisnis di Australia sesuai latar pendidikan aku," kata Fathiya Putri Zahra, Minggu (13/7).
"Tapi setelah setahun kemudian, niatnya masih sama, bahkan bertambah. Aku ingin belajar cara bikin program yang berdampak jangka panjang untuk masyarakat. Soalnya aku lihat Australia punya pendekatan yang bagus dan serius soal itu. Setelah banyak baca juga, aku pengen melanjutkan studi, lewat AIYEP ini menurut aku bisa langkah awal yang bagus," jelasnya.
Motivasinya bertumbuh. Ketertarikannya terhadap program sosial yang berdampak jangka panjang juga semakin kuat setelah setahun terakhir ia terlibat dalam kegiatan masyarakat di berbagai desa di Indonesia.
Proses seleksi AIYEP ia jalani dari tingkat kabupaten, provinsi, hingga nasional. Dimulai dari pemberkasan, wawancara, tes wawasan, hingga unjuk bakat budaya.
Tahun ini, seleksi di tingkat provinsi digabungkan dengan peserta dari program Ship for Southeast Asian and Japanese Youth Program (SSEAYP). Di tahap nasional, peserta kembali menjalani seleksi berkas, esai, dan wawancara.
Menurut Fathiya Putri Zahra, tantangan terberat bukan hanya materi seleksi, tapi mengatur ritme diri sendiri. Ia harus membagi waktu antara magang, latihan unjuk bakat, menyusun esai, dan mempersiapkan wawancara.
Semuanya dijalani sambil melawan godaan menunda. "Saingan terberat itu justru diri sendiri. Aku harus disiplin nyiapin berkas, datang tepat waktu pas seleksi provinsi, dan tetap jalanin tanggung jawab intern. Rasanya berat banget buat ngelawan rasa malas," ucapnya.
Ia juga menyebut Merinda, alumni AIYEP dari Bangka Tengah, sebagai sosok yang memberinya inspirasi. Merinda mencoba hingga tiga sampai empat kali.
Dari situ Fathiya belajar bahwa keteguhan hati dan keberanian untuk terus mencoba adalah kunci yang tak bisa digantikan. Saat pengumuman peserta terpilih tiba, Fathiya sedang bersama bunda dan adik-adiknya.
Rasa senang tentu begitu terasa, apalagi ini hasil dari jerih payah kedua kalinya ia mencoba. Namun ia juga lantas menyadari tanggung jawab yang dibawanya karena ini bukan tentang dirinya sendiri, tapi juga membawa nama Belitung, Bangka Belitung, dan Indonesia.
AIYEP bukan semata pertukaran budaya. Bagi Fathiya Putri Zahra, ini adalah ruang belajar dan peluang untuk memberi dampak nyata. Salah satu syarat program adalah merancang program pengembangan masyarakat sepulang dari Australia. Ia menyambut itu sebagai tantangan sekaligus kesempatan.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.