TANJUNGPANDAN, BABEL NEWS - Satuan Polisi Air dan Udara (Satpolairud) Polres Belitung mengamankan satu unit kapal nelayan KM DBP I GT 5 yang diduga menggunakan alat tangkap ikan jenis jaring kongsi atau muroami.
Jaring kongsi atau muroami merupakan alat penangkap ikan yang mengganggu dan merusak keberlanjutan sumber daya ikan yang pengoperasiannya dapat mengancam kepunahan biota sehingga penggunaannya dilarang.
"Kapal dan barang bukti kini diamankan di Mako Satpolairud Polres Belitung. Kasus ini masih dalam tahap penyidikan, dan kami terus berkoordinasi dengan instansi terkait dalam penanganan perkara ini," ujar Kasat Polairud Belitung, AKP MH Muafiqi pada Kamis (7/8).
Ia menjelaskan, penindakan dilakukan pada saat patroli rutin di kawasan alur pelayaran Tanjungpandan oleh personel Satpolairud pada Selasa (4/8). Kapal tersebut diamankan di titik koordinat 02 44' 43.02" S -107 36' 55.84" E, dalam kondisi tengah berlayar menuju pelabuhan perikanan tanpa dilengkapi Surat Persetujuan Berlayar (SPB) dari Syahbandar.
Dari pemeriksaan di lokasi, petugas mengamankan tujuh awak kapal, termasuk nakhoda. Ketujuh awak kapal telah diperiksa dan ditetapkan sebagai tersangka, namun saat ini tidak dilakukan penahanan, dan dikenakan wajib lapor selama proses penyidikan berjalan.
"Selain tersangka, kami juga mengamankan barang bukti lainnya, di antaranya 1 unit kapal KM DBP I GT 5 berwarna biru, 1 paket jaring muroami warna hijau dan putih, 1 set mesin kompresor dan selang, 1 unit GPS, 6 kerincing, masker, morfis, dan pemberat. Ada pula dokumen kapal (pas kecil) dan hasil tangkapan berupa ikan ekor kuning/birai seberat 85,20 kg," jelasnya.
Diakuinya, para pelaku diduga melanggar ketentuan Pasal 9 juncto Pasal 100B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana telah diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja, terkait larangan penggunaan alat tangkap yang merusak ekosistem perikanan.
"Kami berkomitmen menjaga kelestarian sumber daya laut di wilayah Belitung. Penggunaan alat tangkap seperti jaring kongsi tidak hanya merusak habitat, tapi juga mengancam masa depan nelayan lokal," kata Muafiqi. (dol)