Kabar Pangkalpinang
Tantangan Hilirisasi dan Tata Kelola Timah Jadi Sorotan
Sepanjang tahun 2024, ekonomi Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) menunjukkan tren perlambatan meski tetap mengalami pertumbuhan.
PANGKALPINANG, BABEL NEWS - Sepanjang tahun 2024, ekonomi Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) menunjukkan tren perlambatan meski tetap mengalami pertumbuhan.
Hal ini disampaikam langsung Statistik Ahli Madya BPS Babel Oktarizal dan Kaprodi Magister Manajemen Uniper Babel Juhari dalam Dialog Ruang Tengah dengan tema Catatan Ekonomi Babel 2024 yang dipandu langsung Host Bangka Pos Group, Edy Yusmanto, Selasa (24/12).
Berdasarkan data yang tercatat, Statistik Ahli Madya BPS Babel Oktarizal mengungkapkan, bahwa pertumbuhan ekonomi Babel secara year-on-year lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya.
Melambatnya pertumbuhan ekonomi ini disebabkan beberapa faktor, di antaranya tata kelola timah yang menjadi faktor utama mempengaruhi kinerja ekonomi daerah.
BPS mencatat pertumbuhan ekonomi Babel pada tiga triwulan sepanjang tahun 2024 berturut-turut pada triwulan satu tumbuh sebesar 1,01 persen, triwulan II tumbuh 1,03 persen dan triwulam III hanya 0,13 persen.
"Pada Januari dan Februari 2024, ekspor logam timah Babel nihil. Dampaknya, di triwulan pertama ekonomi hanya tumbuh 1,01 persen, sementara pada tahun sebelumnya ekonomi babel kita tumbuh 4 persen. Triwulan kedua tumbuh 1,03 persen dan triwulan ketiga hanya 0,13 persen," jelas Oktarizal.
Selain masalah tata kelola timah, penurunan produktivitas kelapa sawit juga memberikan dampak signifikan terhadap perlambatan ekonomi.
"Timah dan industri CPO sangat berpengaruh ke sektor usaha lain, termasuk konsumsi rumah tangga yang juga melambat," ungkap Oktarizal.
Penurunan pendapatan dari sektor ekspor berdampak pada Dana Bagi Hasil (DBH) yang akhirnya mempengaruhi realisasi anggaran pemerintah daerah. Beberapa anggaran bahkan terpaksa ditahan, mempengaruhi konsumsi pemerintah dan masyarakat.
Diakui Oktarizal, hilirisasi menjadi salah satu daya dukung perekonomian, namun kontribusi hilirisasi terhadap ekonomi Babel baru mencapai 20 persen dari target 30 persen.
"Produk unggulan seperti hasil olahan laut, lada dan lainnya bisa menjadi peluang besar untuk hilirisasi. Namun hambatan karena kita daerah kepulauan terkadang membutuhkan biaya yang tinggi, terus fasilitas dan infrastruktur untuk mendukung hilirisasi juga harus memadai," tuturnya.
Kaprodi Magister Manajemen Uniper Babel Juhari juga menggarisbawahi perlambatan ekonomi Babel akibat persoalan tata kelola timah dan rendahnya harga sawit.
"Daya beli masyarakat turun karena pendapatan rendah. Banyak kebutuhan pangan kita seperti beras masih diimpor sehingga Babel masih bergantungan dengan produk luar. Desember Januari paceklik sehingga mengakibatkan harga barang di Bangka Belitung berpengaruh,"ujarnya.
Menurut Juhari, kondisi ini menimbulkan efek berantai pada konsumsi dan investasi masyarakat. Produk domestik regional bruto (PDRB) ikut tertekan dan banyak masyarakat menunda pembelian barang mahal serta pembayaran pajak.
Pemerintah daerah diminta untuk bersinergi dengan pemerintah pusat dalam mengatasi tantangan ekonomi di Babel. Beberapa solusi yang diusulkan antara lain mengaktifkan kembali smelter dan pabrik CPO yang sempat tutup, memberikan kemudahan perizinan serta mendorong pertumbuhan industri kreatif dan UMKM.
"Hilirisasi memang pendukung ekonomi kita di Babel, namun yang menjadi tantangan besar bagi Babel sebagai daerah kepulauan, mengingat tingginya biaya logistik dan infrastruktur. Dibutuhkan komitmen bersama antara pemerintah, mitra swasta dan masyarakat untuk sama-sama meningkatkan hilirisasi ini," tutup Juhari. (t3)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.