35 Perempuan Jadi Korban TPPO di Pangkalpinang

Eti menuturkan, awalnya 35 perempuan tersebut dijanjikan pekerjaan oleh seseorang. Ternyata, hal itu hanya kedok belaka

Editor: suhendri
Bangka Pos/Cepi Marlianto
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Kota Pangkalpinang, Eti Fahriaty. 

PANGKALPINANG, BABEL NEWS - Unit Pelayanan Teknis Daerah (UPTD) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kota Pangkalpinang mencatat hingga Agustus 2022 terdapat 35 perempuan menjadi korban human trafficking atau tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Pangkalpinang.

Ke 35 perempuan tersebut merupakan wanita pekerja seks (WPS) yang dipulangkan Pemerintah Kota Pangkalpinang ke daerah asal masing-masing pada Juli lalu.

Rata-rata mereka berasal dari luar Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, paling banyak dari Jawa Barat.

"Iya yang kemarin itu (pemulangan 35 WPS) yang baru kami selesaikan kemarin. Ini termasuk TPPO," kata Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Kota Pangkalpinang, Eti Fahriaty, Kamis (25/8/2022).

Sebelumnya diberitakan, Pemerintah Kota Pangkalpinang memulangkan 35 wanita pekerja seks (WPS) ke daerah asal masing-masing. Rata-rata mereka berasal dari luar Bangka Belitung, paling banyak dari Jawa Barat.

Pemulangan puluhan WPS yang mayoritas beroperasi di kawasan eks lokalisasi Parit Enam, Pangkalpinang, tersebut dilakukan selama dua hari, yakni Minggu (3/7/2022) dan Senin (4/7/2022).

Mereka dipulangkan melalui Pelabuhan Pangkalbalam, Pangkalpinang, menuju Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara.

Eti menuturkan, awalnya 35 perempuan tersebut dijanjikan pekerjaan oleh seseorang.

Ternyata, hal itu hanya kedok belaka. Kenyataan mereka dipaksa untuk menjadi penyedia jasa bagi pria hidung belang di kawasan eks lokalisasi di Pangkalpinang.

"Awalnya, mereka itu akan dipekerjakan sebagai pemandu lagu, namun justru setelah tiba berbeda. Triknya, pengelola meminjamkan uang dengan kontrak segala macam sehingga mereka tidak bisa kembali lagi. Dan kalau mau keluar harus menyetorkan sejumlah uang," ujar Eti.

Menurutnya, kasus TPPO disebabkan oleh ego sektoral hingga buruknya perekonomian masyarakat. Bahkan, rekrutmen terang-terangan melalui media sosial turut memperburuk kondisi tersebut. (u1)

Sumber: Bangka Pos
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved