Kabar Pangkalpinang
Tarif Bazar UMKM Terlalu Memberatkan
Dikelola oleh beberapa vendor, event ini menjadi ajang promosi bagi pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).
PANGKALPINANG, BABEL NEWS - Pelaksanaan bazar UMKM di Kota Pangkalpinang semakin marak digelar. Hampir setiap minggu, kegiatan ini rutin digelar yang berpusat di Taman Alun-alun Merdeka Pangkalpinang atau di depan Rumah Dinas Wali Kota Pangkalpinang.
Dikelola oleh beberapa vendor, event ini menjadi ajang promosi bagi pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).
Namun, tarif partisipasi bazar yang berkisar antara Rp700 ribu hingga Rp1,5 juta per UMKM menimbulkan beragam tanggapan.
Biaya tersebut mencakup fasilitas seperti tenda, meja, listrik, dan keamanan, akan tetapi bagi beberapa pelaku usaha, tarif ini dinilai terlalu memberatkan.
Ahdan, satu di antara pelaku UMKM mengaku kegiatan bazar yang digelar sangat positif bagi UMKM sebagai wadah promosi produk usaha. Namun dirinya menilai, biaya event bazar dengan tarif yang tinggi membuatnya cukup keberatan.
"Kalau melihat event bazar sebenarnya bagus seperti jadi jalan pintas untuk promosi dan menaikkan omzet. Tapi memang adanya tarif yang cukup besar ini juga agak berat bagi kita UMKM karena belum ada kepastian apakah kita akan balik modal apa belum. Apalagi UMKM baru yang belum punya nama, mungkin ini agak kesulitan," ujar Ahdan kepada Bangkapos.com, Rabu (3/12).
Kata dia, adanya tarif pada kegiatan bazar UMKM suatu hal yang wajar. Hanya saja menurutnya perlu pertimbangan sehingga sejalan dengan tujuan utama bazar, yakni mendukung UMKM.
Ahdan menyebut, selama event bazar digelar pada 2024, dirinya pernah berpartisipasi sebanyak empat kali.
"Sebenarnya ada tarif tidak masalah, tapi perlu juga diperhitungkan karena kita yang ikut bazar juga perlu sewa mobil untuk angkut barang pulang dan perginya sudah Rp200 ribu, tentu dengan tarif awal ikut bazar yang tinggi, pengeluaran UMKM juga lumayan tinggi. Jadi yang tujuan awalnya membantu tapi kesannya bukan membantu UMKM hanya fasilitas saja," katanya.
Tidak hanya soal tarif, Ahdan juga menilai pelaksanaan bazar yang rutin setiap minggu kurang efektif bagi UMKM yang tidak mendapat kesempatan terlibat. Ia mengusulkan adanya seleksi peserta dan perubahan lokasi secara berkala agar dampak positifnya lebih merata.
"Kalau memang mau digelar tiap minggu mungkin lokasinya bisa diganti-ganti agar merata. Harapan saya selaku UMKM kalau event bazar ini dilatarbelakangi membantu UMKM, dari segi biaya tidak memberatkan, ada penyeleksian dan dipandu. Jangan tidak ada outputnya," tuturnya.
Dia juga berharap para vendor atau penyelenggara kegiatan bazar ini bisa memberikan penghargaan atau inovasi bagi UMKM yang menunjukkan pertumbuhan signifikan. Hal ini, menurutnya, dapat memotivasi pelaku usaha untuk terus berinovasi dan berkembang.
"Misalnya setiap ada event ini lihat mana yang pertumbuhannya bagus itu dipilih, misal ada dua UMKM, nah ini bisa dibantu atau didukung agar lebih berkembang usaha sehingga ini juga memotivasi semua untuk berinovasi," ucapnya.
Senada dengan Yuni, pelaku UMKM minuman, ikut mengeluhkan besarnya biaya partisipasi bazar. Bahkan ia yang hanya berjualan minuman ini mengaku jika tarif bazar tidak sebanding dengan omzet yang diperoleh.
"Jujur sebagai pelaku UMKM berat dengan harga tenda sampai Rp1,5 juta. Karena dulu kita ikut bazar cuma biaya Rp250 ribu sampai Rp500 ribu dan itu juga tidak setiap minggu. Dengan tarif sekarang sampai Rp1,5 juta kami yang hanya penjual es teh dan es jeruk tidak sampai hati untuk menaikkan harga atau dijual di atas Rp5.000, karena mikir juga nanti tidak yang beli. Rata-rata orang yang jualan di bazar biasanya itu menaikkan harga, jadi mungkin dapat untung," kata Yuni.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.