Berita Pangkalpinang
Kasus Kekerasan pada Perempuan di Pangkalpinang Berpotensi Lebih Tinggi
Selain faktor ekonomi dan budaya, tingkat pendidikan yang rendah juga berkontribusi terhadap tingginya angka kekerasan.
PANGKALPINANG, BABEL NEWS - Meningkatnya angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kota Pangkalpinang menjadi perhatian kalangan akademisi.
Dosen Psikologi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syaikh Abdurrahman Siddik Bangka Belitung, Wahyu Kurniawan, Rabu (26/2/2025), mengatakan, angka yang tercatat tersebut berpotensi lebih tinggi dari data resmi.
Menurut Wahyu, banyak perempuan enggan melaporkan tindak kekerasan yang dialami, baik karena tekanan sosial, ketergantungan ekonomi, maupun minimnya pemahaman mengenai hak-hak mereka.
Sekadar diketahui, jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kota Pangkalpinang meningkat signifikan pada tahun 2024.
Kasus kekerasan terhadap perempuan didominasi oleh kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Berdasarkan data Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Kota Pangkalpinang, pada 2024 tercatat ada 114 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Angka ini juah melonjak dibandingkan 89 kasus selama tahun 2023.
"Kekerasan tidak hanya berupa fisik, tetapi juga verbal, ekonomi, hingga seksual. Di tengah kondisi ekonomi Bangka Belitung yang mengalami perlambatan, angka kekerasan berpotensi meningkat. Salah satu faktor utama penyebab kekerasan adalah ketimpangan ekonomi dalam rumah tangga," kata Wahyu kepada Bangka Pos.
Ia menambahkan, dalam kondisi ekonomi yang sulit, stres, dan tekanan hidup dapat memicu konflik dalam rumah tangga, yang berujung pada tindakan kekerasan.
Selain itu, budaya patriarki yang masih mengakar juga turut menjadi faktor pemicu.
"Sering kali, laki-laki yang menjadi pencari nafkah utama merasa memiliki kendali penuh atas keluarga. Budaya ini menempatkan perempuan sebagai pihak yang harus melayani dan patuh. Sebaliknya, ketika perempuan bekerja dan suami tidak memiliki pekerjaan, konflik juga bisa muncul karena laki-laki merasa kehilangan martabatnya," tutur Wahyu.
Selain faktor ekonomi dan budaya, tingkat pendidikan yang rendah juga berkontribusi terhadap tingginya angka kekerasan.
Wahyu menilai bahwa banyak orang tua, terutama ayah, masih menggunakan pola asuh yang tidak sesuai dengan perkembangan zaman.
"Banyak yang masih menganggap kekerasan sebagai cara mendidik dan mendisiplinkan anak atau istri. Padahal, kekerasan justru berdampak buruk pada kesehatan mental dan emosional korban," ujarnya.
Menurut Wahyu, berbagai upaya yang melibatkan banyak pihak perlu dilakukan untuk menekan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak.
3 Daerah Bakal Jadi Tempat Penyelenggaraan Porprov Babel 2026 |
![]() |
---|
24.000 Siswa di Pangkalpinang Belum Terjangkau MBG |
![]() |
---|
FOBI Babel Resmi Jadi Anggota KONI, Me Hoa Siap Raih Prestasi Harumkan Negeri Serumpun Sebalai |
![]() |
---|
Pemkot Pangkalpinang Usulkan 9 Raperda Masuk Propemperda 2026 |
![]() |
---|
Penyusunan Ripparprov Babel 2025–2045, Durasi Tinggal Wisatawan Jadi Sorotan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.